Terimah kasih atas kunjungan saudara ke blog saya ini, mudah-mudah bermanfaat. Jazakumullah khairan katsiran

Jumat, 24 Februari 2012

BAB IV HUBUNGAN IMAN DENGAN IBADAH, ETIKA DAN MORAL

 Hubungan Iman dengan Ibadah

Iman adalah sesuatu pondasi yang sangat penting dalam menunjang keIslaman seseorang. Sedangkan ibadah di dalam Islam berarti bakti seorang muslim kepada Allah SWT dan rasulnya. Jadi ibadah adalah suatu perwujudan bakti kita kepada sang Khalik (Allah SWT). Sebagaimana kita ketahui, bahwa iman dan ibadah adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Keduanya memiliki keterikatan yang sangat erat. Keterkaitan iman dengan ibadah saling menunjang antara satu dengan yang lainya. Jika salah satu dari kedua hal tersebut dipisahkan, maka akan terjadi suatu ketidak seimbangan dan akan menimbulkan suatu kerancuan. Contohnya jika ada seseorang yang memisahkan antara ibadah dengan imannya, misalnya ia berkata “Saya tidak perlu mengerjakan shalat, puasa, zakat haji dsb, karena sayakan sudah beriman kepada Allah dan rasulnya, Jadi semua itu tidak perlu lagi saya kerjakan. Tuhan tidak mungkin menghukum hambanya yang mencintai serta mengimaninya.”1

Semua itu adalah suatu anggapan yang keliru karena Allah SWT telah berfirman didalam kitab suci Al Qur’an yang artinya “Aku tidak menciptakan jin dan manusia, melainkan hanya untuk beribadah kepadaku.” Ini berarti bahwa Allah SWT sebagai Al Khalik, menciptakan seluruh alam semesta beserta isinya untuk tunduk dan berbakti (beribadah) hanya kepadaNya. Sebagaimana telah diterangkan di atas, bahwa bukan hanya manusia saja yang diwajibkan untuk beribadah kepadanya, baik itu malaikat atau bahkan jin sekalipun, diwajibkan untuk beribadah kepada Allah SWT dan rasulnya.1

Iman yang benar berarti mengikrarkan dengan lisan, membenarkan dengan hati, dan beramal dengan anggota badan. Imam Syafi’i dalam kitabnya Al-Umm berkata, “Kesepakatan para sahabat, tabi’in, dan generasi sesudah mereka yang kami ketahui, mengatakan bahwa iman adalah ucapan, perbuatan, dan niat, salah satu di antara ketiganya tidak mencukupi kecuali dengan yang lain.” Imam Ahmad berkata, “Karena itu, menurut ahlussunah ungkapan yang mengatakan bahwa iman adalah ucapan dan perbuat termasuk syiar-syiar Sunah.”2

Para ulama sepakat bahwa apabila seorang hamba telah membenarkan dengan hatinya, dan mengikrarkan dengan lisannya, namun menolak untuk beramal, maka ia termasuk orang yang durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya dan berhak mendapatkan ancaman siksa yang Allah sebutkan dalam kitab suci-Nya dan diberitahukan oleh Rasul-Nya Saw. Selain itu, ia juga mendapat hukuman di dunia. Tidak ada perbedaan pendapat di kalangan ahlusunah bahwa dengan melihat rahmat dan janji Allah, iman yang mencakup pembenaran, pernyataan, dan amal menjadikan seseorang masuk surga dan tidak kekal di neraka.3

Ibadah yang benar adalah buah dari keimanan yang benar. Para ulama mendefinisikan bahwa ibadah adalah sebuah kata yang mencakup segala hal yang dicintai dan diridhai Allah, berupa ucapan dan perbuatan lahir maupun batin. Ibadah adalah tujuan yang dicintai dan diridhai Allah dan untuk itulah Allah menciptakan makhluk-Nya. Sesungguhnya Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali agar mereka menyembah-Ku (Adz-Dzariyat: 56).2

Untuk tujuan itu pula Allah mengutus rasul-rasulNya, Dan sesungguhnya Kami telah mengutus pada seorang rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan), “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah taghut itu,” maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya (An-Nahl: 36).

Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu,  melainkan Kami wahyukan kepadanya, “Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah Aku.” (Al-Anbiya’: 25)

Ibadah pada dasarnya adalah untuk kebutuhan dan keutamaan manusia itu sendiri. Ibadah ('abada : menyembah, mengabdi) merupakan bentuk penghambaan manusia sebagai makhluk kepada Allah Sang Pencipta. Karena penyembahan/pemujaan merupakan fitrah (naluri) manusia, maka ibadah kepada Allah membebaskan manusia dari pemujaan dan pemujaan yang salah dan sesat. Dalam Islam ibadah memiliki aspek yang sangat luas. Segala sesuatu yang dicintai dan diridhai Allah baik berupa perbuatan maupun ucapan, secara lahir atau batin, semua merupakan ibadah. Lawan ibadah adalah ma'syiat. Ibadah ada dua macam :

1.    Ibadah Maghdhah (khusus)

Yaitu ibadah yang ditentukan cara dan syaratnya secara detil dan biasanya bersifat ritus. Misalnya shalat, zakat, puasa, haji, qurban, aqiqah. Ibadah jenis ini tidak banyak jumlahnya.

2.    Ibadah 'Amah (Muamalah)

Yaitu ibadah dalam arti umum, segala perbuatan baik manusia. Ibadah ini tidak ditentukan cara dan syarat secara detil, diserahkan kepada manusia sendiri. Islam hanya memberi perintah/anjuran, dan prisnip-prinsip umum saja. Ibadah dalam arti umum misalnya menyantuni fakir-miskin, mencari nafkah, bertetangga, bernegara, tolong-menolong, dll.

Sesuatu akan bernilai ibadah, jika memenuhi persyaratan :

1.    Iman kepada Allah dan Hari akhir. Karenanya amal orang kafir tidak akan diterima oleh Allah.
2.    Didasari niat ikhlas (murni) karena Allah, sebagaimana hadits : Sesungguhnya amal itu tergantung niatnya, dan bagi segala sesuatu tergantung dari apa yang ia niatkan.

3.    Dilakukan sesuai dengan petunjuk Allah.
Untuk ibadah maghdhah : harus sesuai dengan petunjuk Al-Quran dan Hadis, Kreativitas justru dilarang. Sehingga berlaku prinsip " Segala ssesuatu dilarang, kecuali yang diperintahkan". Kita dilarang membuat amalan baru yang tidak ada dasarnya. Untuk mu'amalah, harus sesuai dengan jiwa dan prinsip prinsip ajaran Islam. Pelaksanaannya justru memerlukan kreativitas manusia. Sehingga berlaku prinsip " Segala-sesuatu boleh, kecuali yang dilarang". Ibadah pada dasarnya merupakan pembinaan diri menuju takwa. Setiap upaya ibadah memiliki pengaruh positif terhadap keimanan. Setiap ibadah juga memiliki hikmah/tujuan-tujuan mulia, seperti :

•    Shalat mencegah perbuatan keji dan mungkar (29:45)
•    Puasa untuk mencapai taqwa (2:183)
•    Zakat untuk mensucikan harta dan jiwa dari sifat kikir dan tamak (9:103)
•    Haji sebagai sarana pendidikan untuk menahan diri dari perkataan dan perbuatan kotor. (2:197). Selain itu juga memiliki keluasan dan keutamaan-keutamaan.4

Semakin kuat dan sempurna iman seseorang, semakin besar pengaruhnya untuk melakukan amal perbuatan yang sesuai dengan keimanannya. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa pada hakikatnya, iman itu menuntut suatu perilaku yang menjadi konsekuensinya. Dan, kadar pengaruh iman itu tergantung kepada kuat-lemahnya iman tersebut. Juga, tekad dan kehendak
seseorang itu dapat menentukan dirinya untuk melakukan atau meninggalkan suatu perbuatan yang dituntut oleh imannya.5


Hubungan Iman dengan Etika/Moral

Dalam kehidupan sehari-hari sering dijumpai kata akhlak, moral, dan etika yang ketiganya merupakan tingkah laku manusia, hampir sama, namun jika dilihat dari sumbernya, ketiga kata tersebut akan berbeda.

Akhlak merupakan perilaku yang dibangun berbasis hati nurani. Meski ada yang mengklasifikasikan menjadi akhlak mulia dan akhlak tercela, tapi pada lazimnya akhlak adalah suatu sebutan bagi perilaku terpuji yang berakar dari Iman. Menurut Imam Ghazali, akhlak yang mulia mempunyai empat perkara iaitu bijaksana, memelihara diri dari sesuatu yang tidak baik, keberanian (menundukkan hawa nafsu) dan bersifat adil.6

Etika, moral, budi pekerti, meskipun pada dasarnya adalah kebiasaan, adat-istiadat masyarakat, tapi di kalangan umat beragama, perilaku yang terbiasa, dapat disesuaikan dan di jiwai oleh akhlak yang di ajarkan agama. Karena itu banyak kita temui etika, moral, dan budi pekerti yang saling mengisi dengan ajaran akhlak yang dibimbing oleh agama. Motivasi terpenting dan terkuat bagi manusia terutama bagi para pelaku moral dan berakhlak adalah agama. Secara substansial, etika, moral dan akhlak memang sama, yakni ajaran tentang kebaikan dan keburukan, menyangkut perikehidupan manusia dalam hubungannya dengan Tuhan, sesama manusia dan alam dalam arti luas. Yang membedakan satu dengan yang lainnya adalah ukuran kebaikan dan keburukan itu sendiri.7


Etika adalah ajaran yang berbicara tentang baik dan buruk dan yang menjadi ukuran baik dan buruknya itu adalah akal karena memang etika adalah bagian dari filsafat. Sedangkan akhlak yang secara kebahasaan berarti budi pekerti, perangai atau disebut juga sikap hidup adalah ajaran yang bicara tentang baik dan buruk yang ukurannya adalah wahyu Tuhan. Secara terminologis akhlak adalah ilmu yang menentukan batas antara yang baik dan yang buruk, terpuji atau tercela, menyangkut perkataan dan perbuatan manusia lahir batin. Menurut Ibnu Miskawiah, akhlak adalah keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui pertimbangan pikiran terlebih dahulu.

Dalam kehidupan manusia ada perbuatan yang dilaksanakan dengan kehendak dan ada pula perbuatan yang dilaksanakan tanpa kehendak. Perbuatan yang dilaksanakan dengan kesadaran dan dengan kehendak disebut perbuatan budi pekerti.

Moral adalah ajaran baik dan buruk yang ukurannya adalah tradisi yang berlaku di suatu masyarakat. Seseorang di anggap bermoral kalau sikap hidupnya sesuai dengan tradisi yang berlaku di masyarakat tempat ia berada, dan sebaliknya seseorang di anggap tidak bermoral jika sikap hidupnya tidak sesuai dengan tradisi yang berlaku di masyarakat tersebut. Moral merupakan persoalan yang praktikal namun tidak semua persoalan praktikal adalah
moral. Moral membicarakan persoalan yang betul atau salah, apa yang perlu dilakukan dan ditinggalkan atas sebab-sebab tertentu dan dalam keadaan tertentu. Pertimbangan moral bergantung kepada suasana atau keadaan yang membentuk individu. Misalnya sistem sosial, kelas sosial dan kepercayaan yang dianuti.

Dan memang menurut ajaran Islam pada asalnya, manusia adalah makhluk yang bermoral dan etis. Dalam arti mempunyai potensi untuk menjadi makhluk yang bermoral yang hidupnya penuh dengan nilai-nilai atau norma-norma. Suci tidaknya hati manusia tergantung mana yang paling dominan dalam hatinya, jika nafsu syahwaniah dan gadhabiyah yang mendominasi dirinya, maka yang muncul adalah akhlak yang buruk (akhlak al-mazmumah), tetapi jika nafsu “al-nafs al-nathiqah” yang mendominasi hatinya, maka akhlak al-kharimah-lah yang akan muncul dari dirinya.8

Betapa penting kedudukan akhlak dalam Islam. Al-Qur’an bukan memuat ayat-ayat yang secara spesifik berbicara masalah akhlak, malah setiap ayat yang berbicara hukum sekalipun, dapat dipastikan bahwa ujung ayat tersebut selalu dikaitkan dengan akhlak atau ajaran moral. Manusia perlu suatu landasan moral dalam mengelola sumber daya yang ada (manusia dan alam), yaitu dengan mengedepankan nilai-nilai dalam berinteraksi dengan sesama manusia, seperti nilai keadilan, tanggung jawab, cinta kasih dan sebagainya. Bagaimana nilai-nilai tersebut dapat dilaksanakan adalah tergantung pada pola asuhan atau sosialisasi yang diterima oleh seseorang.


Referensi

1.    http://malabbirikku.blogspot.com/2010/06/iman-dan-ibadah.html
2.    Menyelami Samudra 20 Prinsip Hasan Al-Banna, karya Abdullah bin Qasim Al-Wasyli, Cetakan ke-2, Era Intermedia, Solo, Indonesia, 2005
3.    http://beranda.blogsome.com/2006/04/16/iman-ibadah-dan-mujahadah
4.    http://soni69.tripod.com/islam/ibadah.html
5.    www.al-shia.org/html.id/shia/mesbah/55.html
6.    Malik, Abduh, dkk. 2009. Pengembangan Kepribadian Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Departemen Agama.
7.    Mubarak, Zakky, dkk. 2010. Buku Ajar II Manusia, Akhlak, Budi Pekerti dan Masyarakat. Depok: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
8.    www.scribd.com/mobile/document/52083087

3 komentar: