Terimah kasih atas kunjungan saudara ke blog saya ini, mudah-mudah bermanfaat. Jazakumullah khairan katsiran

Jumat, 24 Februari 2012

BAB IX ALIRAN-ALIRAN DALAM ILMU AKIDAH III

SYIAH, WAHABIYAH DAN SALAFIYAH

Aliran Syiah
Pengertian dan kemunculannya
Secara bahasa Syi’ah berarti pengikut. Yang dimaksud dengan pengikut disini ialah para pendukung Ali bin Abi Thalib. Secara istilah Syi’ah sering di maksudkan pada kaum muslimin yang dalam bidang spritual dan keagamaannya selalu merujuk pada keturuan Nabi Muhammad SAW, atau yang sebut sebagai ahl al-bait.selanjutnya, istilah yiah ini untuk pertama kalinya di tujukan pada para pengikut ali (syi’ah ali), pemimpin pertama ahl- al bait pada masa Nabi Muhammad SAW.
Para pengikut ali yang disebut syi’ah ini diantaranya adalah Abu Dzar al Ghiffari, Miqad bin Al aswad dan Ammar bin Yasir.  Mengenai latar belakng munculnya aliran ini, terdapat dua pendapat, pertama menurut Abu Zahrah, Syi’ah mulai muncul pada akhir dari masa jabatan Usman bin Affankemudian tumbuh dan berkembang pada masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib, Adapun menurut Watt, Syi’ah bener-bener muncul ketika berlangsung peperangan antara Ali dan Mu’awiyah yang dikenal denganPerang siffin. Dalam peperangan ini, sebagai respon atas penerimaan ali terhadap arbitrase yang diatwarkan Mu’awiyah, pasukan Ali di ceritakan terpecah menjadi dua, satu kelompok mendukung sikap Ali –kelak  di sebut Syi’ah dan kelompok lain menolak sikap Ali, kelak di sebut Khawarij.
Pokok-Pokok Pikiran Syi’ah 
Kaum Syi’ah memiliki lima prinsip utama yang wajib di percayai oleh penganutnya. Kelima prinsip itu adalah :
1.    al Tauhid
Kaum Syi’ah mengimani sepenuhnya bahwa allah itu ada, Maha esa, tunggal, tempat bergantung, segala makhluk, tidak beranak, tidak diperanakkan, dan tidak ada seorang pun yang menyamainya. Dan juga mereka mempercayai adanya sifat-sifat Allah.


2.    al ‘adl
Kaum Syi’ah mempunyai keyakinan bahwa Allah Maha Adil. Allah tidak melakukan perbuatan zhalim dan perbuatan buruk, ia tidak melakukan perbuatan buruk karena ia melarang keburukan, mencela kezaliman dan orang yang berbuat zalim.
3.    al Nubuwwah
Kepercayaan Syi’ah terhadap para Nabi-nabi juga tidak berbeda dengan keyakinan umat muslim yang lain. Menurut mereka, Allah mengutussejumlah nabi dan rasul ke muka bumi untnk membimbing umat manusia.
4.    al imamah
Menurut Syi’ah, Imamah berarti kepemimpinan dalam urusan agama dan dunia sekaligus, ia pengganti rasul dalam memelihara Syari’at, melaksanakan Hudud, dan mewujudkan kebaikan dan ketentraman umat.
5.    al ma’ad
Ma’ad berarti tempat kembali (hari akhirat), kaum Syi’ah sangat percaya sepenuhnya akan adanya hari akhirat, bahwa hari akhirat itu pasti terjadi.

?    Aliran Wahabiyah
Sejarah Aliran Wahabiyah
Dalam berbagai literaur dinyatakan, Wahabiyah seringkali disebut juga dengan “muwahhidun” atau “unitarianisme” yang kali pertama dikembangkan oleh Muhammad bin Abdul Wahhab (1703-1787 M). Istilah ini menunjuk pada gerakan Islam Sunni yang bertujuan pemurnian Islam (purify Islam) dengan bersumber pada praktek-praktek keagamaan yang berlaku umum pada era Nabi Muhammad dan para sahabatnya.

Nama aliran Wahabiyah diambil dari nama pendirinya, Muhammad bin Abdul Wahab. Dia berasal dari keluarga Sunni dari klan Tamim yang menganut madzab Hambali. Ia lahir di desa Huraimilah, Najd, yang kini bagian dari Saudi Arabia, tahun 1111 H./1700 M. Salah satu ajaran yang diyakini oleh Muhammad bin Abdul Wahab, adalah mengkufurkan kaum muslim yang mempraktikkan tawassul, ziarah kubur, maulid Nabi dan lain-lain.

Wahabiyah juga menunjuk identitasnya sebagai ideologi dan bahkan tradisi. Yang berarti, Wahabiyah bukan hanya merupakan madzab resmi yang diberlakukan di tempat tertentu (Saudi Arabia), dan pada saat yang sama, keberadaannya diakui oleh mayoritas penduduk negara tersebut.

Wahabiyah sejak awal mengklaim hadir ke ruang publik untuk mengudar kebali “Islam asli” yang sebelumnya telah tutup rapat oleh beragam religius penuh bid’ah dan kesesatan. Bagi Wahabiyah, Islam asli menunjuk pada artikulasi religiousitas Islam yang dipercayai, dianut dan dipraktekkan oleh Nabi, Sahabat dan Ttabi’in –yang Islam hidup pada aba ke-3 Hijriyah. Sebaliknya, gerakan ini meyakini bahwa releigiousitas Islam yang hadir sesudah masa tabi’in itu bukanlah Islam asli, dan sebab itu harus ditinggalkan. Selain itu, tidak dibenarkan mengikuti dan patuh kepada pendapat ulama setelah era tabi’in (ijma’u la-ulama), karena pendapat mereka tidak merupakan bagian dari sumber hukum Islam.

Ajaran Aliran Wahabiyah
Purifikasi Islam atau Islam asli diterjemahkan oleh Wahabiyah ke dalam berbagai ragam doktrin teologi (aqidah) Islam. Nasution menyebut, paling tidak terdapat delapan doktrin yang merupakan prinsip dasar aqidah Wahabiyah.
1.    Yang boleh dan harus disembah hanyalah Tuhan semata, dan oleh sebab itu, setiap orang menyambah selain Tuhan adalah musyrik sehingga sah dibunuh.
2.    Sebagian besar penganut faham tauhid. Alasannya, mereka telah terjerumus ke dalam lubang meminta pertolongan kepada syekh atau wali dan dari kekuatan ghaib. Muslim yang demikian ini, bagi Wahabiyah juga termasuk dalam golongan musyrik dan tentu saja halal dibunuh.
3.    Menyebut nama Nabi, syekh atau malaikat sebagai perantara dalam doa juga dapat dikatagorikan telah berbuat kemusyrikan.
4.    Meminta syafaat selain kepada Allah juga termasuk syirik.
5.    Muslim yang bernadzar kepada selain Allah juga termasuk musyrik.
6.    Memperoleh pengetahuan selain dari al-Qur’an, Hadits dan Analogi (Qiyash) merupakan kekafiran.
7.    Tidak mempercayai Qada’ dan Qadar termasuk dari kekafiran.
8.    Menggunakan ta’wil dalam menafsirkan al-Qur’an termasuk kafir.

Dalam perkembangannya, prinsip aqidah Alian Wahabiyah diterjemahkan ke dalam beragam varian perilaku keagamaan. Abu Zahra’, misalnya, mencatat beragam perilaku keagamaan yang merupakan penjabaran dari prinsip dasar. Di antaranya ada tujuh prinsip:

1.    Mereka (Wahabiyah) tidak cukup menjadikan ibadah sebagaimana dalam tuntunan Islam yag terkandung dalam al-Qur’an dan Hadits atau yang disebutkan Ibnu Taimiyah. Lebih dari itu, mereka menginginkan agar wawasan Islam. Mereka mengharamkan rokok sehingga orang awam dari mereka beranggapan bahwa perokok itu musyrik. Mereka seperti kaum muslim Khawarij yang mengkafirkan kaum muslim yang berbuat dosa besar.
2.    Pada mulanya mereka mengharamkan kopi dan sejenisnya, kemudian akhirnya mereka memperingan hal itu.
3.    Kaum Wahabiyah tidak terbatas pada da’wah semata, tetapi luas lagi mereka mengasah pedang untuk memerangi para penentangnya dengan alasan memerangi bid’ah-bid’ah adalah suatu kemungkaran yang harus diperangi, harus diluruskan dengan mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran dan juga untuk melaksanakan firman Allah “Kamu adalah umat yang terbaik dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah, sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka.
4.    Gerakan ini menghancurkan setiap bangunan-bangunan kuburan yang mereka dapatkan, baik di desa maupun di kota.
5.    Tidak hanya itu, mereka mendatangi kuburan dan memporakporandakan kuburan. Ketika kekuasaan jatuh ditangan mereka di wilayah Hijaz, mereka menghancurkan kuburan para sahabat dan meratakannya dengan tanah, sehingga tidak tampak hingga kini kecuali tanda penunjuk nisan. Mereka hanya memperbolahkan berziarah ke kuburan dengan mengucapkan salam atas ahli kubur dan mengucapkan assalamu’alaika.
6.    Mereka terikat hal-hal kecil yang tidak mengandung keberhalaan, tetapi mereka mengharamkannya, seprti mengharamkan photografi, hal seperti itu dapat kita jumpai dalam fatwa-fatwa dan risalah para ulama’nya meskipun pemerintah tidak mengikui fatwa-fatwa (tersebut).
7.    Mereka meluaskan pengertian bid’ah secara aneh, sehingga meletakkan tutup di atas kuburan nabi dianggap bid’ah.
Kajian Doktrin Aliran Wahabiyah Tentang Tawasul dan Ziarah
Sebagai penganut setia puritanisme Ibnu Taimiyyah merupakan karaktristik yang begitu lekat di Wahabiyah. Dengan semangat kembali ke aqidah salaf, Taimiyyah merumuskan tiga doktrin utama yang dikemudian hari sangat mempengaruhi aliran Wahabiyah. Secara garis besar doktrin tersebut meliputi larangan (haram), bertawassul kepada ulama’, kepada orang yang sudah meninggal, dan berziarah ke makam para wali atau ulama dengan tujuan mencari berkah. Ketiga doktrin tersebut dapat dijabarkan di sini sebagai berikut:

Pertama, doktrin yang megharamkan mendekatkan diri kepada Allah melalui ulama’, orang sholeh atau muslim lainnya. Ibnu Taimiyyah mengawali argumen dengan pendapat Jurjani bahwa “Jadilah anda yang mencari istiqomah bukan yang mencari karomah. Karena jiwamu akan melebihi karomah. Oleh karena itu, istiqomah sangat perlu bagi kita”. Bagi Taimiyyah, pernyataan Jurjani menunjuk secara tegas bahwa, Karomah itu tidak layak untuk dijadikan oleh seorang sholeh sebagai tawasul kepada Allah. Taimiyyah menunjuk pada perilaku Nabi yang menolak memintakan ampunan bagi kaum musyrik, meskipun mereka adalah kaluarga besarnya.

Kedua, meminta pertolongan kepada Allah (istighatsah) melalui orang masih hidup, bagi Ibnu Taimiyah, mutlak dilarang dan haram hukumnya. Bagi Ibnu Taimiyyah, Nabi SAW melarang beristighatsah kepadanya. Diriwayatkan dalam Mu’jam al-Kabir karya al-Thabrani bahwa seorang munafik menyakiti Nabi SAW. Maka Abu Bakar berkata kepada para sahabat: “Marilah kita berdoa dengan beristighatsah dengan Nabi SAW. Maka Nabi menjawab: “Minta pertolongan bukanlah kepada aku tetapi kepada Allah”.

Tidak hanya itu, meminta pertolongan juga sama haramnya. Ibnu Taimiyyah menegaskan kepada setiap muslim tidak boleh meminta sesuatu kepada nabi-nabi dan orang-orang sholeh sesudah mereka meningal dunia, meskipun seandainya mereka itu sangup mendoakan orang-orang hidup.

Ketiga, Ibnu Taimiyyah juga mengharamkan umat muslim yang berziarah makam nabi, auliya’, ulama dan lainnya dengan tujuan meminta berkah atau mendekatkan diri kepada Allah. Larangan ini didasarkan atas pernyataan nabi yang melarang makamnya dijadikan masjid. Larangan nabi ini dipahami Ibnu Taimiyyah sekaligus mengandaikan larangan berziarah kubur.
Terdapat catatan penting yang mesti diudar dari religipusitas Wahabiyah di atas. Bahwa, begitu mudah memberikan klaim kufur kepada muslim sekalipun yang dipahami berseberangan secara religious dengan Wahabiyah. Mudahnya klaim pengkafiran terhadap sesama muslim diperkuat oleh perilaku keagamaan Wahabiyah yang selalu menarik dirinya ke dalam posisi opisisi biner (berlawan) dengan muslim lainnya. Bahkan, diri Wahabiya selalu diandaikan sebagai arus yang selalu benar dan harus diikuti. Sementara, yang lain –meskipun muslim sekalipun, jika tidak berkesesuaian dengan Wahabiyah, maka masuk dalam kelompok “musyrik”, “kufur” dan pasti, “sesat” dan “menyesatkan”.

Kritik terhadap Aliran Wahabiyah
Demikianlah aqidah aliran Wahabiyah, sebagai kelanjutan dari metode aliran salaf, yang mengambil pokok-pokoknya dari al-Qur’an dan Hadits. Dalam rangka purinatisme Islam atau Islam asli, mereka melakukan berbagai ragam varian dalam memerangi masalah bid’ah, tahayul dan kurafat.

Dalam hal kajian ini, yang menjadi pokok inti permasalahan adalah mengenai “larangan tawasul dan berziarah” yang dipakai dalam aqidah aliran Wahabiyah. Masalah bertawasul sangat bersinggungan sekali pendapat Wahabiyah, karena apa yang diharamkan itu tidak mengandung alasan yang kuat argumentative. Kita kembali pada diri kita, apa benar kita berwasilah itu untuk mendapatkan berkah dari hal yang kita tawasuli. Tapi pandangan Wahibiyah kurang mendetailkan tujuan dari tawasul atau bid’ah yang lain. Mereka hanya memandang sebuah perkataan nabi dari arti tekstual saja.

Bahkan, pendapat mereka mengenai tawasul dan berziarah kubur tidak menganalogikan sebuah permisalan antara orang biasa dan seorang pejabat terkenal. Kita andaikan saja, jika kita hendak bertamu untuk menemui seorang pejabat terkenal tentunya sangat kesulitan sekali jika kita sebagai seorang yang biasa. Sehingga seorang sebagai perantara dalam hal ini juga sangat diperlukan sekali. Istilah seperti ini bisa juga digunakan dalam menghadap Tuhan. Bisa saja kita bertamu kepada Tuhan tanpa adanya tawasul (perantara), tapi syarat yang harus dipenuhi adalah kita harus sudah menjadi penjabat. Artinya kita sudah mempunyai tingkat keimanan dan ketaqwaan yang tinggi.

Sangatlah tidak mungkin sekali adanya tawasul. Jika kita sudah bisa berenang sendiri dan membuat kapal sendiri kenapa harus numpang pada kapal orang lain. Setuju saja tanpa tawasul tapi introspeksi diri juga perlu dilakukan dulu sebelum berenang sendiri.

Tujuan dari adanya tawasul sebenarnya adalah untuk menhantarkan kita untuk sampai pada Tuhan. Karena hal itu sangat perlu sekali, sebab seorang yang kita jadikan wasilah adalah salah satu orang yang dekat dengan Tuhan, dekat dengan Pejabat, sehingga kita bisa cepat sampai pada tujuan yakni bertamu kepada Tuhan. Selain itu juga mengenai berziarah kubur yang dimiliki oleh para peziarah ketika berziarah ke makam para Muslim biasanya memiliki tujuan untuk mengenang saudara mereka atau mengigatkan mereka untuk mensuritauladani apa yang telah dilakukan oleh para saudara atau para wali yang telah meninggal dunia.

Tujuan-tujuan di atas sama sekali tidak bisa dijadikan alasan bagi Wahabiyah untuk mengkafirkan orang lain. Sebab ketika berziarah, orang bodoh pun, apalagi orang alim, tidak mungkin bertujuan untuk menyembah-nyembah kubur, atau berkeyakinan bahwa penghuni kubur tersebut mampu memenuhi hajat mereka, atau bahkan merealisasikan hajat tersebut. Nabi telah bersabda:
 “Aku telah melarang kalian untuk menziarahi kubur, ingat! Sekarang berziaralah kalian. Sesungguhnya ziarah bisa menjadikan zuhud dunia dan mengingatkan akhirat”.

Selain itu juga dalam melakukan wasilah atau bertawasul yang diterangkan dalam hadits Nabi, yang itu merupakan suatu jalan untuk bertamu kepada Tuhan, yang mana suatu perantara sangat diperlukan sekali bagi orang yang masih dalam kategori belum tinggi tingkat keimanan dan ketaqwaannya sehingga hal itu sangat perlu. Lebih jelasnya dalam keterangan ini, yang mana tidak diragukan lagi, derajat para nabi berada jauh di atas para syuhada. Mereka juga tetap hidup di sisi Tuhan dan diberi riski. Nabi bersabda:
 “Ketika aku diisra’kan aku bertemu dengan Musa. Dia sedang berdiri melakukan sholat di kuburnya”.
“Para Nabi hidup dalam kubur mereka”.
“Barang siapa membaca shalawat kepadaku di dekat kuburku, maka aku akna mendengarkannya. Dan barang siapa membaca shalawat kepadaku di tempat yang jauh maka aku akan menyampaikanya.

Tampak jelas dari keterangan di atas yang menberi penjelasan pada kaum aliran Wahabiyah termasuk aliran yang keras tidak mempunyai karakteristik agama Islam yang toleransi, ramah, dan moderat. Berbagai dalil akurat yang disampaikan Ahlus Sunnah wal Jama’ah berkaitan dengan tawassul, ziarah kubur serta maulid, ditolak dengan menggunakan alasan yang tidak argumentative. Lebih dari itu, dia justru mengkafirkan kaum Muslim sejak 600 tahun sebelumnya, termasuk gurunya sendiri.

Sebagai penguat bahwa aliran Wahabiyah bersifat dehumanisme, adalah sebuah cerita dimana aksi-aksi yang dilakukan mereka sekitar abah ke-18, yakni mereka menghancurkan tempat kelahiran Sayyidina Abu Bakar dan Sayyidina Ali. Kubah Sayyidatuna Khadijah, serta merobohkan masjid Abdullah bin Abbas. Bahkan mereka pernah berencana meratakan makam Nabi, tapi hal itu tidak terjadi. Selain itu juga mereka berencana menutup ka’bah karena mereka beranggapan bukan menyembah Tuhan tapi Berhala, yang disama artikan dengan menyembah berhala.
?    Aliran Salafiyah
Pengertian dan latar belakang munculnya Salafiyah
Secara bahasa salafiyah berasal dari kata salaf yang berarti terdahulu, yang dimaksud terdahulu disini adalah orang-orang terdahulu yang semasa Rasul SAW, para sahabat, para tabi’in, dan tabitt tabi’in. sedangakan salafiyah berarti orang-orang yang mengikuti salaf.
Istilah salaf mulai dikenal dan muncul beberapa abad abad sesudah Rasul SAW wafat, yaitu sejak ada orang atau golongan yang tidak puas memahami al Qur’an dan hadits tanpa ta’wil, terutama untuk menjelaskan maksud-maksud tersirat dari ayat-ayat al-Qur’an  sehingga tidak menimbulkan hal-hal yang tidak layak bagi Allah SWT.
Orang yang termasuk dalam kategori salaf adalah orang yang hidup sebelum tahun 300 hijriah, orang yang hidup sesudah tahun 300 H termasuk dalam kategori khalaf.
Tokoh-tokoh ulama salaf dan perkembangan Aliran salafiyah.
Tokoh terkenal ulama salaf adalah Ahmad bin Hambal. Nama lengkapnya, Ahmad, bin Muhammad bin Hambal, beliau juga di kenal sebgai pendiri dan tokoh mazhab Hambali. .
Tokoh salafiyah yang terkenal lainnya adalah Taqiyuddin Abu al Abbas Ahmad bin Abdul Halim bin Abd al salam bin Abdullah bin Muhammad bin Taimiyah al Hambali, atau yang lebih di kenal dengan nama Ibnu Taimiyah. Beliau merupakan seorang teolog dan ahli Hukum yang banyak menghasilkan karya tulis.beliau juga ahli di bidang tafsir dan hadist.
Dalam perkembangannya, ajaran yang bermula pada Imam Ahmad bin Hanbal ini, selanjutnya di kembangkan oleh Ibnu Taimiyah, kemudian di suburkan oleh Imam Muhammad bin Abdul Wahab.dan akhirnya berkembang di dunia Islam secara Spodaris.
Pada abad ke 20 M gerakan ini muncul dengan dimensi baru. Tokoh-tokohnya adalah Jamaluddin al Afgani, Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha.
Salafiyah baru al afgani ini terdiri dari 3 komponen pokok yakni :
1.    Keyakinan bahwa kemajuan dan kejayaan umat Islam hanya mungkin di wujudkan jika mereka kembali kepada ajaran Islam yang masih murni dan kembali pada ajaran Islam yang masih murni, dan meneladani pokok hidup sahabat Nabi. Komponen pertama ini merupakan satu unsur yang di miliki oleh salfiyah sebelumnya.
2.    perlwanan terhadap kolonialisme dan mominasi barat, baik politik, ekonomi, maupun kebudayaan.
3.    pengakuan terhadap keunggulan barat dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.

1 komentar: