Terimah kasih atas kunjungan saudara ke blog saya ini, mudah-mudah bermanfaat. Jazakumullah khairan katsiran

Jumat, 24 Februari 2012

BAB XI PERBUATAN HAMBA DAN KEKUASAAN MUTLAK TUHAN

?    PERBUATAN MANUSIA
Masalah perbuatan manusia bermula dari pembahasan sederhana yang dilakukan oleh kelompok jabariyah dan kelompok Qadariyah, yang kemudian dilanjutkan dengan pembahasan lebih mendalam oleh aliran Mu’tazilah, Asyi’ariyah dan Maturidiyah. Akar dari permasalahan perbuatan manusia adalah keyakinan bahwa tuhan adalah pencipta alam semesta, termasuk didalamnya manusia sendiri.
Tuhan bersifat Maha kuasa dan mempunyai kehendak yang bersifat mutlak. Maka disini timbullah pertanyaan, sampai dimanakah manusia sebagai ciptaan Tuhan tergantung kepada kehendak dan kekuasaan Tuhan dalam menentukan perjalanan hidup ? apakah manusia terikat seluruhnya kepada kehendak dan kekuasaan mutlak Tuhan ?

?    Aliran Jabariyah
Dalam pembahasan mengenai perbuatan manusia tampaknya ada perbedaan pandangan antara Jabariyah Ekstrim dan Jabariyah Moderat.
Jabariyah Ekstrim berpendapat bahwa segala perbuatan manusia bukanlah merupakan perbuatan yang timbul dari kemauannya sendiri, Tetapi kemauan yang dipaksakan atas dirinya salah seorang tokoh Jabariyah Ekstrim, mengatakan bahwa manusia tidak mampu berbuat apa-apa. Ia tidak mempunyai daya, tidak mempunyai kehendak sendiri, dan tidak memunyai pilihan.
Jabariyah Moderat mengatakan bahwa tuhan menciptakan perbuatan manusia, baik perbuatan jahat maupun perbuatan baik, tetapi manusia mempunyai peranan di dalamnya. Tenaga yang diciptakan dalam diri manusia mempunyai efek untuk mewujudkan perbuatannya. Inilah yang dimaksud dengan kasab (acquisition), menurut faham kasab manusia tidaklah majbur. Tidak seperti wayang yang dikendalikan oleh dalang dan tidak pula menjadi pencipta perbuatan. Tetapi manusia itu memperoleh perbuatan yang diciptakan oleh Tuhan.

?    Aliran Qadariyah
Aliran Qadariyah menyatakan bahwa segala tingkah laku manusia dilakukan atas kehendaknya sendiri. Manusia mempunyai kewenangan untuk melakukan segala perbuatannya atas kehendaknya sendiri, baik itu berbuat baik maupun berbuat jahat. Karena itu ia berhak menentukan pahala atas kebaikan yang dilakukannya dan juga berhak memperoleh hukuman atas kejahatan yang telah ia perbuat. Faham takdir dalam pandangan Qadariyah, takdir itu adalah ketentuan Allah yang diciptakan-Nya untuk alam semesta beserta seluruh isinya yang dalam istilah Al-qur’an adalah sunatullah.
Aliran Qadariyah berpendapat bahwa tidak ada alasan yang tepat menyandarkan segala perbuatan manusia kepada perbuatan Tuhan. Doktrin-doktrin ini mempunyai tempat pijakan dalam doktrin islam sendiri banyak ayat Al-qur’an yangmendukung pendapat ini misalnya dalam surat Al-kahfi ayat ke-29 yang artinya : “katakanlah, kebenaran dari Tuhanmu, barang siapa yang mau, berimanlah dia, dan barang siapa yang ingin kafir maka kafirlah ia”

?    Aliran Mu’tazilah
Aliran Mu’tazilah memandang manusia mempunyai daya yang besar dan bebas. Oleh karena itu, Mu’tazilah menganut faham Qadariyah atau free will Menurut tokoh Mu’tazilah manusia yang menciptakan perbuatan-perbuatannya.
Mu’tazilah dengan tegas menyatakan bahwa daya juga berasal dari manusia. Daya yang terdapat pada diri manusia adalah tempat terciptanya perbuatan. Jadi Tuhan tidak dilibatkan dalam perbuatan manusia.
Aliran Mu’tazilah mengecam keras faham yang mengatakan bahwa Tuhanlah yang menciptakan perbuatan. Menurut mereka bagaimana mungkin dalam satu perbuatan akan ada dua daya yang menentukannya. Aliran Mu’tazilah mengaku Tuhan sebagai pencipta awal, sedangkan manusia berperan sebagai pihak yang berkreasi untuk mengubah bentuknya.

?    Aliran Maturidiyah
Mengenai perbuatan manusia ini, terdapat perbedaan pandangan antara Maturidiyah Samarkand dan Maturidiyah bukhara. Kelompok pertama lebih dekat dengan faham mu’tazilah, sedangkan kelompok kedua lebih dekat dengan faham Asy’ariya.
 Kehendak dan daya buat pada diri manusia manurut Maturidiyah Samarkand adalah kehendak dan daya manusia dalam arti kata sebenarnya, dan bukan dalam arti kiasan. Perbedaannya dengan Mu’tazilah adalah bahwa daya untuk berbuat tidak diciptakan sebelumnya, tetapi bersama-sama dengan perbuatannya. Daya yang demikian posisinya lebih kecil daripada daya yang terdapat dalam faham Mu’tazilah. Oleh karena itu, manusia dalam faham Al-Maturidi, tidaklah sebebas manusia dalam faham Mu’tazilah.

Maturidiyah bukhara dalam banyak hal sependapat dengan Maturidiyah Samarkand. Hanya saja golongan ini memberikan tambahan dalam masalah daya menurutnya untuk perwujudan perbuatan, perlu ada dua daya. Manusia tidak mempunyai daya untuk melakukan perbuatan yang telah diciptakan Tuhan baginya.

?    KEKUASAAN DAN KEHENDAK MUTLAK TUHAN

?    Aliran Mu’tazilah
Kekuasaan Tuhan sebenarnya tidak bersifat mutlak lagi. Seperti terkandung dalam uraian Nadir, kekuasaan mutlak Tuhan telah dibatasi oleh kebebasan yang menurut faham Mu’tazilah, telah diberikan kepada manusia dalam menentukan perbuatan dan kemauan. Seterusnya kekuasaan mutlak itu dibatasi pula oleh sifat keadilan Tuhan. Tuhan tidak bisa lagi berbuat sekehendak-Nya, Tuhan telah terikat pada norma-norma keadilan yang kalau dilanggar membuat Tuhan bersifat tidak adil bahkan zalim. Sifat serupa ini tak dapat diberikan kepada Tuhan. Selanjutnya, kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan dibatasi oleh kewajiban-kewajiban Tuhan terhadap manusia yang menurut faham Mu’tazilah memang ada. Lebih lanjut lagi, kekuasaan mutlak itu dibatasi pula oleh nature atau hukum alam(sunnah Allah) yang tidak mengalami perubahan. 

?    Aliran Asy’ariyah
Kaum Asy’ariah, percaya pada mutlaknya kekuasaan Tuhan, mempunyai tendensi sebaliknya. Mereka menolak faham Mu’tazilah bahwa Tuhan mempunyai tujuan dalam perbuatan-perbuatan-Nya. Bagi mereka perbuatan-perbuatan Tuhan tidak mempunyai tujuan, tujuan dalam arti sebab yang mendorong Tuhan untuk berbuat sesuatu. Betul mereka akui bahwa perbuatan-perbuatan Tuhan menimbulkan kebaikan dan keuntungan bagi manusia dan bahwa Tuhan mengetahui kebaikan dan keuntungan itu, tidaklah menjadi pendorong bagi Tuhan untuk berbuat. 

?    Aliran Maturidiyah
Adapun kaum Maturidi, golongan Bukhara menganut pendapat bahwa Tuhan mempunyai kekuasaan mutlak. Menurut al-Bazdawi, Tuhan memang berbuat apa saja yang dikehendaki-Nya dan menentukan segala-galanya menurut kehendak-Nya. Tidak ada yang dapat menentang atau memaksa-Nya, dan tidak ada larangan-larangan terhadap Tuhan. Akan tetapi bagaimana pun juga seperti akan dijelaskan nanti, faham mereka tentang kekuasaan Tuhan tidaklah semutlak faham Asy’ ariah.
Maturidiyah golongan Samarkand, tidaklah sekeras golongan Bukhara dalam mempertahankan kemutlakan kekuasaan mutlak Tuhan. Batasan-batasan yang diberikan golongan Samarkand ialah:
a)    Kemerdekaan dalam kemauan dan perbuatan yang menurut pendapat mereka, ada pada manusia.
b)    Keadaan Tuhan menjatuhkan hukuman bukan sewenang-wenang, tetapi berdasarkan atas kemerdekaan manusia dalam mempergunakan daya yang diciptakan Tuhan dalam dirinya untuk berbuat baik atau berbuat jahat.
c)    Keadaan hukuman-hukuman Tuhan, sebagai kata al-Bayadii, tak boleh tidak mesti terjadi.

?    Prof. Harun Nasution
Tentang hal ini Harun mambagikan menjadi dua corak dalam teologi yang pertama adalah mereka yang menganggap bahwa akal mempunyai daya yang amat besar dan manusia bebas serta berkuasa atas kehendak dan perbuatannya, sehingga kekuasaan dan kehendak tuhan tidak lagi mutlak,kedua adalah mereka yang beranggapan bahwa akal manusia memiliki keterbatasan maka tuhan memiliki kekuasaan dan kehendak mutlak atas diri manusia. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar